[Kemabukan yang Menyadarkan Kesadaran]
Tring.. Pesan masuk tanpa hambatan.
Kala aku termenung di depan kemajuan zaman,
Dimana hidup bisa bertemu dan bersekolah lewat jaringan.
"Feb, dimana? sini belakang, jangan terus bersemayam"
"Ngopi, ayo habiskan malam dengan cacian"
"Cepat, Kita hanya lulusan SMP dan SLA butuh calon Sarjana untuk menengahkan. Sebelum hidup gagal benar-benar."
Dalam hati ku bergumam "Ku butuh Istirahat"
Mata sayu, badan kurus payah, pikiran insubordinat bahkan hati padat penat.
Lalu aku bermunajat, Tuhan berikan aku istirahat yang tepat.
Lalu aku beranjak pergi, mengaminkan keinganan beberapa sahabatku.
Dimas, Ucup, Alpi dan Andri.
Ku rasa aku akan belajar banyak pagi hitam ini.
"Tuh dia" Kata si Andri
"Minum lagi?" Sapaku dalam langkah yang belum berhenti.
"Tenang, cuma menghangatkan aja kali ini. Untung lu datang, ga bakal kita tambah lagi."
Aku menyeringai dan mantap melendeh kali ini.
Obrolan pun berlanjut,
Banyak cerita.
Dari kerinduan yang tak akan ditemukan lagi. Seperti bermain benteng saat kecil,
Bermain bola hingga tunggang gunung.
Lalu silih berganti,
Tentang orangtua kita yang saling meremehkan bahwa anak tetangganya tak akan hidup sukses nanti.
Tak bisa berusaha dan hidup mandiri.
"Rasanya kesal, diremehkan. Tapi sedikit demi sedikit kita bisa buktikan."
"Seolah tak bisa maju dan tak punya kesempatan"
Lalu ditenggak habis sisa minuman.
Aku menyeletuk.
"Ngajak ngopi tak ada kopi, cuci gelasnya ganti menu jadi kopi"
Kopi pun tiba, aku langsung hirup aromanya. Mendengarkan penilaian tetangga memang membuatku haus sekali.
Hilang sudah segala kesah dan keluh yang hinggap di tubuhku tadi.
"Asal kau tau feb, kaulah pembanding tertinggi di lingkungan ini. Tapi kami tak pernah sakit hati, karena kami pun berharap kau bisa merubah kami."
"Tak Minum, Tak Merokok, Calon Sarjana. Sempurna, itulah harapan para orang tua kami."
Aku terdiam, obrolan terhenti.
Ku tahan lalu keras aku bicara
"Bangsat! Aku tak sesempurna yang mereka bilang."
"Siapa yang sebenarnya mabuk?"
"Bajingan, Di dalam Kemabukan kalian mengibarkan kejujuran. Dan di dalam Kesadaran aku mengibarkan penghianatan"
Anifrasis bentuk nyata, siapa yang mabuk siapa yang sadar.
Siapa yang jujur siapa yang hianat.
Dan kali ini kami tertawa puas hingga si dimas tewas terlelap.
Lalu tarhim subuh berkumandang, seketika kita pun pulang.
Pukul lima pagi itu.
Aku tertawa sampai menangis "Ya Tuhan, Kau benar-benar tau apa yang ku butuhkan. Terima kasih atas istirahat yang benar-benar tepat."
Gang Buntu, Pangkalan Jati.
3 Januari 2020
Febri Zainal Arifin